Jakarta, 30 Oktober 2022 – Apakah Indonesia pada saat ini sudah mengalami krisis energi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dilihat dari definisinya dulu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), krisis berarti keadaan yang berbahaya, parah sekali atau keadaan genting. Sedangkan, di bidang energi biasanya krisis energi didefinisikan sebagai kondisi kekurangan energi.
Krisis energi yang dikenal secara internasional sebagai ‘peak oil’ merupakan saat di mana kapasitas produksi energi terutama minyak di beberapa belahan benua mencapai puncaknya, kemudian menurun drastis, dan akhirnya habis sama sekali.
[inline_related_posts title=”Kamu juga mungkin tertarik membaca ini:” title_align=”left” style=”list” number=”3″ align=”none” ids=”” by=”tags” orderby=”rand” order=”DESC” hide_thumb=”no” thumb_right=”no” views=”no” date=”yes” grid_columns=”2″ post_type=”” tax=””]
- Advertisement -
Menurut hasil penelitian, benua pertama yang kehabisan produksi minyak yaitu benua Eropa dan Amerika, disusul Asia dan Afrika, dan terakhir Timur Tengah. Walaupun secara pasti tidak diketahui kapan peak oil secara internasional ini akan terjadi.
Sebetulnya peak oil di Amerika sudah terjadi sekitar 1970-an dan merupakan masalah nasional negara ini sampai sekarang dengan ketergantungannya terhadap pasokan luar negeri.
Untuk Indonesia, ada tiga data yang sebenarnya bisa digunakan untuk memprediksi kemelut BBM saat ini. Pertama, setelah mencapai puncaknya pada 1980-an, produksi minyak Indonesia terus menurun; dari hampir 1,6 juta barel/hari, saat ini hanya 1,2 juta barel/hari.
Kedua, pertumbuhan konsumsi energi dalam negeri yang mencapai 10% per tahun. Dan ketiga, kecenderungan harga minyak dunia yang terus meningkat setelah krisis moneter yang melanda Asia pada 1998.
Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil setidaknya memiliki tiga ancaman serius, yakni menipisnya cadangan minyak bumi yang diketahui (bila tanpa temuan sumur minyak baru), dan kenaikan atau ketidakstabilan harga akibat laju permintaan yang lebih besar dari produksi minyak.
Kemudian, polusi gas rumah kaca (terutama CO2) akibat pembakaran bahan bakar fosil. Kadar CO2 saat ini disebut sebagai yang tertinggi selama 125.000 tahun belakangan.
Bila ilmuwan masih memperdebatkan besarnya cadangan minyak yang masih bisa dieksplorasi, efek buruk CO2 terhadap pemanasan global telah disepakati hampir oleh semua kalangan. Hal ini menimbulkan ancaman serius bagi kehidupan makhluk hidup di muka bumi.