Jakarta, 3 November 2022 (SAHITYA.ID) – Saat sedang turun hujan besar terutama yang disertai petir, peristiwa itu seringkali dianggap berbahaya dan menakutkan. Suara petir yang menggelegar membuat setiap yang mendengarnya menutup telinga.
Bahkan beberapa orang dikabarkan meninggal dunia karena tersambar oleh petir.
Tapi, di balik itu semua, tahukah kamu bahwa petir ternyata memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia di bumi?
[inline_related_posts title=”Baca juga:” title_align=”left” style=”list” number=”3″ align=”none” ids=”” by=”categories” orderby=”rand” order=”DESC” hide_thumb=”no” thumb_right=”no” views=”no” date=”yes” grid_columns=”2″ post_type=”” tax=””]
- Advertisement -
Petir merupakan salah satu fenomena alam yang sering terjadi di berbagai belahan dunia. Dikutip dari Weather.gov, jumlah rata-rata sambaran petir di seluruh dunia per harinya mencapai 8,6 Juta. Sedangkan setiap sambaran petir diperkirakan memiliki sekitar 300 juta Volt dan sekitar 30.000 Ampere.
Tetapi, untuk “memanen” sambaran petir tidaklah mudah. Hal ini karena terdapat berbagai kendala yang akan dihadapi.
Untuk diketahui, sambaran petir memiliki suhu hingga 50.000 derajat Fahrenheit. Artinya, lima kali lebih panas dari suhu yang ada pada permukaan matahari.
Dengan demikian, perlu ada sistem kelistrikan berdaya tinggi yang sangat canggih untuk dapat menyerap sambaran petir. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menarik dan menangkap petir adalah dengan menggunakan batang besi metalik tinggi dan memasangnya di atas tanah.
Namun, tindakan itu juga akan berisiko dan menimbulkan banyak potensi bahaya keamanan.
Sambaran petir yang memiliki hingga lima miliar joule energi, tidak akan mampu ditahan dengan komponen elektronik yang tersedia saat ini.
Hitungan lima miliar joule energi itu hanyalah hitungan kasarnya saja. Pada kenyataanya, setiap sambaran petir ada yang jauh di atas rata-rata, tetapi ada juga yang di bawahnya.
Setiap wliayah juga memiliki perbedaan dalam hal ini. Dengan begitu, gagasan untuk menangkap dan menyerap sambaran petir menjadi lebih kompleks karena intensitas sambaran petir yang tidak terduga.
Menurut Guru Besar ITB, Reynaldo Zoro, ada tiga syarat yang harus terpenuhi sehingga petir dapat terjadi. Pertama adanya panas matahari yang menguapkan air, kedua terdapat partikel mengambang di udara yang biasanya dari garam laut atau polutan industri, dan ketiga kelembapan suatu daerah.
Ia menjelaskan, karena terletak di daerah khatulistiwa, Indonesia termasuk sebagai negara dengan jumlah petir yang banyak. Adapun petir terbentuk dari awan Comonolimbous. Di dalam awan tersebut, terdapat partikel bermuatan positif (+) dan negatif (-).
Partikel yang positif tersebut berkumpul di atas, dan negatif berkumpul di bawah. Kemudian saling bergesekan, sehingga jika energinya cukup maka akan dilepaskan dalam bentuk petir.
Zoro menjelaskan, petir paling banyak terjadi di kala musim hujan. Petir ini ada yang berasal dari muatan positif dan dari muatan negatif. Ada dari awan ke tanah, ada dari tanah ke awan.
Jika ujung petir cabangnya ke bawah, berarti sumbernya dari awan ke tanah, sementara kalau sebaliknya maka sumber petir dari tanah ke awan.
“Yang paling banyak terjadi, dari muatan negatif di awan ke bawah (tanah),” katanya dikutip Sahitya.id, Kamis (3/11/2022).