Jakarta, 7 November 2022 (SAHITYA.ID) – Naiknya harga BBM dan gas LPG sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional. Guna mengurangi ketergantungan terhadap dua item tersebut, perlu dilakukan langkah-langkah yang terarah semisal dengan mulai menggalakkan transisi energi menuju energi terbarukan.
Pengurangan penggunaan BBM di transportasi bisa dilakukan dengan cara meningkatkan pemakaian biofuel, elektrifikasi kendaraan bermotor hingga perbaikan transfortasi massal. Sementara itu, di sektor rumah tangga terkait penggunaan gas LPG, kini sudah harus mulai menggunakan kompor listrik, sebagaimana dilansir dari laman ITB.
Penggunaan bahan bakar cair secara nasional telah digantikan oleh biofuel, bahkan energi terbarukan ini sudah mampu mensubstitusi sebesar 14 persen. Pemerintah kini berambisi meningkatkan kontribusi biofuel di sektor transportasi. Salah satunya, pemerintah melalui Pertamina sukses melakukan ujicoba B40 yang merupakan bahan campuran biodesel 40 persen pada bahan bakar diesel.
[inline_related_posts title=”Baca juga:” title_align=”left” style=”list” number=”3″ align=”none” ids=”” by=”categories” orderby=”rand” order=”DESC” hide_thumb=”no” thumb_right=”no” views=”no” date=”yes” grid_columns=”2″ post_type=”” tax=””]
- Advertisement -
Ketua Pusat PPenelitian Energi Baru dan Terbarukan ITB, Yuli Seto Indartono menjelaskan terkait isu elektrifikasi kendaraan bermotor dan penggunaan kompor listrik,perlu diiringi dengan peningkatan kapasitas pembangkit listrik di Indonesia.
Yuli mengatakan langkah cepat yang bisa dilakukan pemerintah yakni dengan memberikan subsidi pembelian kompor listrik kepada masyarakat menengah ke bawah. “Kalau dulu pemerintah memiliki program penggantian minyak tanah dengan LPG, saat ini waktunya melanjutkan perubahan LPG ke listrik,” katanya.
Sementara itu, di sektor transportasi, peningkatan jumlah dan kualitas transportasi massal di dalam kota maupun antarkota perlu digarap. Ia sangat mendukung ikhtiar elektrifikasi kendaraan bermotor yang dapat dipercepat dengan pemberian subsidi pembelian kendaraan listrik dan pembangunan Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU). Semua anggaran yang dibutuhkan dapat diambil dari sebagian pos subsidi BBM.
Ia mengatakan pemerintah pun perlu merencanakan pembangunan pembangkit listrik yang baru dan sesuai kebutuhan. Pilihan ini sejalan dengan tanggung jawab Indonesia untuk mengurangi emisi karbon dioksida di atmosfer.
“Alokasi subsidi BBM yang besar saat ini, sebagian dapat digunakan untuk pembangunan pembangkit listrik baru yang berbasis energi baru dan terbarukan seperti tenaga air, panas bumi, surya, dan angin,” katanya.
Pengembangan jenis energi baru dan terbarukan lainnya juga harus menjadi bahan pertimbangan, di antaranya biomassa, nuklir, serta laut. Pengembangan batu bara bersih dan carbon capture & storage perlu dilakukan agar batu bara, yang sangat besar jumlahnya di Indonesia, dapat dimanfaatkan tanpa merusak bumi. Pengembangan teknologi penyimpanan energi perlu dilakukan agar kita dapat menggunakan tenaga surya dan tenaga angin skala besar tanpa khawatir dampak intermittency-nya terhadap kestabilan jaringan listrik.
“Jika kita dapat menggunakan separuh saja dari Rp502 trilun untuk melakukan hal-hal ini, mudah-mudahan, Bangsa kita tidak terjerembab lagi pada masalah BBM yang mungkin kembali terjadi di masa mendatang,” bebernya.