Jakarta, 10 November 2022 (SAHITYA.ID) – Di negeri kita ini sudah banyak pahlwan yang berjuang untuk menegakkan kemerdekaan bangsa dan negara. Mereka memiliki jasa besar terhadap generasi penerus bangsa.
Tanpa perjuangan mereka, maka negeri ini tidak ada. Jasa besar inilah yang mesti dihargai dan dihormati, termasuk para sahabat dan keluarga mereka.
[inline_related_posts title=”Baca juga:” title_align=”left” style=”list” number=”3″ align=”none” ids=”” by=”categories” orderby=”rand” order=”DESC” hide_thumb=”no” thumb_right=”no” views=”no” date=”yes” grid_columns=”2″ post_type=”” tax=””]
Kata pahlawan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dimaknai sebagai orang yang berjuang dengan gagah berani dalam membela kebenaran. Secara etimologis, ada juga yang memaknai pahlawan berasal dari akar kata pahala, dan berakhiran wan, pahalawan.
- Advertisement -
Artinya, mereka pantas memperoleh pahala karena jasa-jasanya bagi perjuangan menegakkan kebenaran.
Hari Pahlawan jatuh pada 10 November. Walau bukan hari libur nasional, setiap tahunnya di Indonesia, masyarakat wajib menghormati dan mengenang jasa para pahlawan.
Dalam sektor energi, terdapat satu nama pahlawan yang sangat berjasa pada bidang pertambangan dan geologi di Indonesia pada masa awal kemerdekaan. Dia lah Arie Frederik Lasut.
Arie Frederik Lasut merupakan pahlawan nasional yang pada 28 September 1945 mengambil tindakan berani dengan merebut kantor Chisitsu Chosasho (Jawatan Geologi) dari pihak Jepang. Sejak saat itu nama kantor diubah menjadi Pusat Jawatan Tambang dan Geologi.
AF lasut dijuluki Bapak Pertambangan Indonesia, lahir di Kapataran, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, pada 6 Juli 1918.
AF Lasut adalah putra tertua dari 8 bersaudara, anak pasangan Darius Lasut dan Ingkan Supit. Dia tokoh perintis dalam ilmu pertambangan dan geologi di Indonesia pada masa perang kemerdekaan.
Lasut mulai mendalami ilmu geologi saat dia mengikuti Asistent Geologen Cursus di Bandung yang diselenggarakan oleh Dienst van den Mijnbouw pada tahun ajaran 1939-1941. Kursus Asisten Geologi tersebut adalah kursus dengan angkatan pertama yang diselenggarakan menjelang meletusnya Perang Dunia II pada 1939-1945.
Lasut bersama dengan beberapa tokoh lainnya yakni R. Sunu Soemosoesastro, J.van Gorkom dan Meinecke menyelesaikan kursus dan mulai kariernya sebagai geologiwan pada 12 Pebruari 1940.
Kemampuannya sebagai geologiwan dalam kariernya telah ditunjukkan dari laporan-laporannya yang berturut-turut pada 1941, 1943, 1944 dan 1945.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dilakukan pada 17 Agustus 1945, AF Lasut bersama dengan R. Sunu Somosoesastro dan rekan-rekan sejawat lainnya berjuang untuk mengambilalih kantor Sangyobu Chishitsuchosacho yang kala itu dikuasai oleh Jepang.
Pada waktu itu, aksi perlawanan untuk mengambil alih kekuasaan dari tangan Jepang terjadi di mana-mana mulai dari kawasan pertambangan, kantor pusat Sangyobu Chishitsuchosacho di Bandung hingga ke kawasan pertambangan yang tersebar di daerah-daerah.
Seiring dengan berjalannya perang, Lasut dan rekannya kemudian mendirikan pusat Djawatan Tambang dan Geologi dengan kantor yang sama. Pengelolaan Pusat Djawatan yang semula dipimpin oleh R. Ali Tirtosoewirjo dan kemudian oleh digantikan oleh R. Sunu Soemosoesastro.
Lasut sendiri menjadi salah satu dari tujuh orang anggota Dewan Pimpinan dan merangkap sebagai Kepala Laboratorium. Ketika R. Sunu Soemosoesastro menjabat sebagai Ketua Dewan Buruh, Lasut dipercaya untuk menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Buruh merangkap Wakil Kepala Pusat.
Tidak lama kemudian, Lasut ditarik untuk menjabat sebagai Kepala Pusat sekaligus menjadi Kepala Bagian Perusahaan sebelum akhirnya dia ditugaskan untuk menjabat sebagai Kepala Bagian Geologi.
Diculik Kemudian Dibunuh
Pada 27 September 1945, Komite Nasional Indonesia Kota Bandung mengumumkan lewat radio bahwa keesokan hari perusahaan yang ada di Bandung akan diambil alih dari Jepang.
Pada saat pengambil alihan tersebut, sekelompok pegawai muda di kantor Chisitsu Chosasho (Jawatan Geologi) Raden Ali Tirtosoewirjo, Arie Federik Lasut, R. Soenoe Soemosoesastro dan Sjamsoe M. Bahroem mengambil alih secara paksa kantor tersebut.
Sejak pengambilalihan tersebut, terbentuklah kantor yang bernama Pusat Jawatan Tambang dan Geologi di mana Lasut ditunjuk sebagai Kepala Jawatan Tambang dan Geologi Indonesia pertama.
Tidak lama setelah Kemerdekaan Indonesia, pasukan Belanda kembali ke Indonesia dan menawarkan kerja sama dengan Pusat Jawatan Tambang dan Geologi Indonesia. AF Lasut selaku kepala di kantor tersebut menolak secara tegas untuk bekerja sama.
Lasut kemudian diculik oleh pasukan Belanda di kediamannya di Pugeran dan dibawa ke arah Kaliurang. Setelah penculikan tersebut, A.F. Lasut ditembak mati di kawasan lereng Gunung Merapi tepatnya di Pakem, Yogyakarta. Jenazahnya kemudian dimakamkan pada 7 Mei 1949.
Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 012/TK/Tahun 1969 pada 20 Mei 1969, AF Lasut dianugerahkan sebagai Pahlawan Nasional Republik Indonesia. Lalu pada 27 September 2008, pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 tentang Hari Jadi Pertambangan dan Energi adalah pada 28 September.