Jakarta, 20 Oktober 2022 – Pengurangan emisi karbon menjadi pekerjaan rumah penghuni bumi. Paris Agreement pada 2015, menargetkan setiap negara harus bisa mencapai nol emisi karbon alias net zero emmisions (NZE) pada 2060.
Nol emisi karbon dimaknai sebagai kondisi di mana jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer tidak melebihi jumlah emisi yang mampu diserap oleh bumi. Banyak cara untuk merealisasikan nol emisi karbon.
Di antaranya dengan melakukan transisi energi semisal dengan menggenjot penggunaan kendaraan listrik yang bisa meminimalisir pembuangan emisi karbon.
Secara sederhana, penyerapan karbon merupakan sebuah proses penyimpanan karbon dalam kolam karbon. Selama ini, hutan menjadi aktor utama dalam penyerapan karbon. Namun, pembalakan hutan, alih fungsi lahan menyebabkan hutan menjadi hilang dan tak bisa lagi menyerap karbon.
- Advertisement -
Sebetulnya, banyak jenis tanaman yang efektif menyerap karbon. Di antaranya, rumput laut sargassum. Tanaman yang tumbuh di laut ini terbukti piawai mengikat karbon. Rumput laut berwarna coklat yang mengapung bebas di permukaan air laut ini umumnya menghuni perairan dangkal dan terumbu karang.
Namun, saat cuaca buruk, badai bisa menjadi pendorong rumput laut sargassum ke wilayah permukaan laut lepas pantai. Sargassum akan berkumpul dalam jumlah besar di lautan dam.
Sargassum pun sangat efektif menyerap karbon dari atmosfer. Kemudian setelah mengikat karbon, sargassum akan membawanya ke dasar laut ketika tanaman ini layu dan akhirnya mati. Proses ini akan terjadi secara alami dan tidak menimbulkan bahaya ketika kita tidak mengganggunya. Pasalnya, karbon akan terurai di dalam sargassum yang tenggelam ke dasar lautan.
Kemudian muncullah ide budidaya rumput laut sargassum dalam skala besar dipercaya bisa mengatasi perubahan iklim. Jack Austin, pengusaha asal Inggris berencana melakukan penghisapan miliaran ton karbon dari atmosfer pada tahun 2026.
Jack membayangkan ladang sargasum terhampar luas di atas permukaan laut Atlantik Selatan. Jack membayangkan luas ladang Sargassum itu setara negara Kroasia. Jack mengaku ide liarnya itu pasti akan didukung banyak kalangan, pasalnya akan sangat menguntungkan karena mendapat kredit karbon.
“Saya ingin memanfaatkan sifat menakjubkan daru rumput laut terapung ini,” kata Jack Austin, sebagaimana mengutip dari BBC.
Jack berencana memanen sargassum yang ditanamnya setiap sepuluh hari sekali. Rumput laut yang sudah menyerap banyak karbon akan ditenggelamkan ke dasar laut sehingga tidak ada cukup oksigen untuk membusukkan sargassum berisi penuh karbon.
“Ruang laut yang luas ini sebagian besar lolos dari regulasi internasional. Kami tidak yakin apakah pihak berwenang telah memikirkan hal ini dengan baik,” katanya.
Namun, dokter Nem Vaughan, pakar di bidang perubahan iklim University of East Anglia, menyangksikan ide liar Jack dengan mempertanyakan apakah kekuatan alam yang mengumpulkan plastik di lautan dalam cukup kuat menahan hutan terapung selama peristiwa cuaca ektream di laut lepas.