Jakarta, 14 November 2022 (SAHITYA.ID) – Ketua Pansus Tambang Batu Bara DPRD Kab Lahat, Ghazali Hanan mengatakan keberadaan perusahaan batu bara di wilayahnya sama sekali tidak berpengaruh terhadap penghasilan masyarakat. Ghazali mengatakan Kabupaten Lahat menjadi lumbung tambang batu bara tapi tidak signifikan terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
“Ironisnya lagi dari 17 Kab/Kota se Sumatera Selatan, Kabupaten Lahat termiskin nomor dua. Jadi tidak ada kontribusi sama sekali banyaknya tambang,”ujar Ghazali Hanan saat audiensi ke Komisi VII DPR RI.
Ghazali mengatakan keberadaan perusahaan batu bara di wilayahnnya ini memicu gejolak sosial, khususnya di Merapi Raya. Setidaknya terdapat 33 perusahaan tambang batu bara di wilayah Kabupaten Lahat. Persoalan yang muncul yakni kemacetan di Jalan Lintas Sumatera serta debu dari kendaraan angkutan batu bara.
[inline_related_posts title=”Baca juga:” title_align=”left” style=”list” number=”3″ align=”none” ids=”” by=”categories” orderby=”rand” order=”DESC” hide_thumb=”no” thumb_right=”no” views=”no” date=”yes” grid_columns=”2″ post_type=”” tax=””]
- Advertisement -
Kondisi ini mengancam pada kesehatan masyarakat setempat, seperti pencemaran air sungai di daerah operasional tambang, hingga penyakit ISPA. “Disinyalir izin, tidak sesuai dengan tata ruang wilayah,” ujarnya.
Ketua DPRD Kab Lahat, Fitrizal Homidi berharap proses audiensi ke Komisi VII DPR RI ini bisa memberikan petunjuk untuk membangun jalan khusus angkutan batu bara yang sudah menjadi momok meresahkan di kalangan masyarakat.
Kemacetan parah ini disebabkan kendaraan angkutan batu bara melintas di jalan raya yang kondisinya tidak sebanding. Jika kondisi ini dibiarkan, maka bakal mengancam generasi berikutnya. “Sering, macet dan polusi udara. Ini menjadi perhatian kita, kalau didiamkan berlarut, Merapi dan Marea akan kehilangan satu generasi sehat karena hidup dalam polutan, debu kebisingan dan lain-lain karena sering menghadapi macet setiap hari ba’da maghrib,” ujarnya.
Fitrizal menambahkan pihaknya minta pemerintah daerah (Pemda) diberikan kewenangan atau terlibat dalam perencanaan dan pengawasan tambang ini. Alasannya, sejak Undang Undang nomor 3 tahun 2020, Pemerintah Daerah tak bisa menyentuh kegiatan pertambangan.
“Semua kewenangan diambil pusat, kami didaerah hanya penonton,” ujarnya.