Jakarta, 9 November 2022 (SAHITYA.ID) – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto kecewa Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) tak kunjung dikirim sesuai dengan batas waktu 60 hari. Mulyanto mengingatkan agat Presiden Joko Widodo jangan keseringan langgar undang-undang.
Pembatasan waktu ini sesuai aturan UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Ini artinya menurut Mulyanto, Presiden telah melanggar Undang-Undang.
“Ini bisa jadi preseden yang tidak baik, seolah membenarkan adagium yang bilang undang-undang dibuat untuk dilanggar. Bukan untuk ditaati dan dilaksanakan secara konsisten,” ujar Mulyanto merespons belum masuknya DIM RUU EBET dari Presiden kepada DPR, dalam keterangan pers, Selasa (8/11/2022).
[inline_related_posts title=”Baca juga:” title_align=”left” style=”list” number=”3″ align=”none” ids=”” by=”categories” orderby=”rand” order=”DESC” hide_thumb=”no” thumb_right=”no” views=”no” date=”yes” grid_columns=”2″ post_type=”” tax=””]
- Advertisement -
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini pun mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menegakkan kepastian hukum dan membangun ‘good governance’ dalam menjalankan roda pembangunan. “Jangan-jangan, sesungguhnya memang Pemerintah tidak serius mengembangkan EBET ini,” tegas Mulyanto.
Lebih lanjut Mulyanto mengatakan sewaktu menyerahkan Surpes (Surat Presiden) terkait RUU EBET, pemerintah tidak menyerahkan DIM. Padahal sesuai aturan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022, harusnya kedua dokumen tersebut sudah diserahkan paling lambat 60 hari sejak diterimanya surat dari DPR.
Legislator Dapil Banten III itu mengingatkan, sebaiknya Presiden memberi contoh yang baik sesuai amanat UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tersebut. Bukan malah melanggar UU tersebut.
“Kita tidak tahu bagaimana nasib RUU EBET ini ke depan, tanpa DIM atau dengan DIM yang terlambat diserahkan. Apakah masih dibenarkan untuk dibahas?” lanjut Mulyanto.
Untuk diketahui, pada Pasal 49 ayat (2) UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan bahwa: (2) Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas Rancangan Undang-Undang disertai dengan daftar inventarisasi masalah bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima.