Bali, 14 November 2022 (SAHITYA.ID) – Tiba di Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali menjelang pukul 22.00 WITA, Minggu (13/11/2022), Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden disambut puluhan penari Pendet.
Dengan setelan jas biru gelap, Biden turun menapaki tangga pesawat kepresidenan AS, Air Force diterima langsung Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno.
“Bunyi tetabuhan gamelan yang rancak dan gerak gemulai para penari memesona Biden. “Amazing, Splendid, Wonderful,” ujarnya kagum.
[inline_related_posts title=”Baca juga:” title_align=”left” style=”list” number=”3″ align=”none” ids=”” by=”categories” orderby=”rand” order=”DESC” hide_thumb=”no” thumb_right=”no” views=”no” date=”yes” grid_columns=”2″ post_type=”” tax=””]
- Advertisement -
Sambutan Tari Pendet juga dirasakan para kepala negara dan pemimpin delegasi yang datang ke KTT G20 di Bali, pada 15-16 November 2022.
Berhias nampan cekung atau bokor penuh bunga berhias janur di tangan kanan, rambut panjang disasak dengan diberi hiasan bunga dan mahkota, dan balutan kain tradisional Bali dengan paduan warna yang menyiratkan keanggunan, tarian itu kerap disajikan sebagai sambutan bagi tetamu yang berkunjung ke Pulau Dewata.
Tokoh seni dan budayawan Bali Profesor I Wayan Dibia menjelaskan, penggunaan tarian pendet untuk menyambut tamu di Bali mengandung nilai penghormatan masyarakat Bali terhadap tamunya.
“Di sana ada nilai bagaimana masyarakat Bali, masyarakat Indonesia menghormati tamu-tamunya. Tari pendet ini memang sudah menjadi tarian untuk hiburan,” ungkap Dibia dalam keterangan yang diterima InfoPublik, Senin (14/11/2022).
Awalnya tarian itu merupakan tari sakral (wali) yang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Hindu di Bali sebagai bagian dari upacara piodalan di pura atau tempat suci keluarga.
Upacara itu adalah perwujudan rasa syukur, hormat dan sukacita untuk menyambut para dewata yang turun ke bumi. Secara etimologis, mendet berasal dari mendak (menyambut). Dari prosesi inilah lahir tari pendet.
Tari Pendet merupakan tari kreasi yang dikembangkan dari tarian ritual ‘Pendet Dewa’, yang diciptakan oleh maestro tari I Wayan Rindi.
Tarian itu kemudian dikembangkan oleh Ni Ketut Reneng pada 1950. Kala itu, Pendet menampilkan empat orang penari dalam pertunjukannya.
Kemudian pada 1961, I Wayan Beratha mengembangkan Tari Pendet dengan menambah penari menjadi lima. Namun pada saat penyambutan para kepala negara, jumlah penari bertambah hingga puluhan.
Seiring perkembangan zaman, para seniman kemudian mengembangkan tarian yang semula hanya berfungsi sebagai tari upacara berkembang menjadi tari hiburan (balih-balihan) yang berfungsi sebagai tari penyambutan atau tarian selamat datang untuk para tamu.
Menurut Dibia dalam setiap gerakan tari yang berusia lebih dari 70 tahun itu tersirat pesan kebersamaan dan kesatuan rasa. Di dalam tarian itu tidak ada ekspresi individu. Semuanya merupakan ekspresi kelompok sehingga rasa kebersamaan sangat dipentingkan.
“Dengan seni kita bisa mengusik kesadaran para pimpinan negara bahwa kita memang harus bersama-sama dalam menghadapi kondisi dunia seperti sekarang ini,” jelanya.