Jakarta, 13 November 2022 (SAHITYA.ID) – Kulit bawang merah yang selama ini menjadi sampah dan tak terpakai, kini dimanfaatkan oleh mahasiswa lintas jurusan Universitas Pertamina. Bahkan inovasi tersebut meraih Silver Medal dalam Indonesia International Invention Expo (IIIE) 2022.
Inovasi ini mengungguli karya-karya dari perguruan tinggi dunia seperti Universidad Autónoma del Estado de Morelos dari Mexico, Suranaree University of Technology dari Thailand, dan Universiti Pendidikan Sultan Idris dari Malaysia.
Melalui penelitian yang berjudul ‘Utilization of Fermented Onion Peels ( Allium Ascalonicum L.) As Liquid Organic Fertilizer On Chilli Growth’, tim yang beranggotakan Azhari Noor Sufie, Arinda Virgiana, Dandy Muhammad Irwan, dan Siska Dwi Wahyuni menjadikan kulit bawang merah sebagai bahan dasar penyubur tanaman organik yang diberi nama O-Boost atau Onion Boost.
[inline_related_posts title=”Baca juga:” title_align=”left” style=”list” number=”3″ align=”none” ids=”” by=”categories” orderby=”rand” order=”DESC” hide_thumb=”no” thumb_right=”no” views=”no” date=”yes” grid_columns=”2″ post_type=”” tax=””]
- Advertisement -
“Dalam proses pengolahannya kulit bawang merah harus difermentasi terlebih dahulu selama minimal 3 bulan,” kata Siska.
Fermentasi sendiri dilakukan untuk mendapatkan mikro organisme yang nanti dapat dimanfaatkan untuk Pupuk Organik Cair (POC) juga memaksimalkan kandungan lain seperti senyawa Flavonoid.
Berdasarkan hasil tes laboratorium yang dilakukan tidak hanya senyawa flavonoid, kulit bawang merah juga mengandung senyawa fenolik, terpenoid dan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang mampu menghambat pertumbuhan hama dan merangsang pertumbuhan akar dan bunga.
Demi mendapatkan formula terbaik, Sufie dan kawan-kawan melakukan uji coba terhadap tiga sampel tanaman cabai sebanyak tiga kali selama 40 hari.
Sampel pertama adalah tanaman cabai tanpa adanya perlakuan POC atau O-Boost, sampel kedua adalah tanaman cabai yang diberikan O-boost, dan sampel terakhir adalah tanaman cabai yang diberikan POC dengan tambahan Mikro Organisme Lokal (MOL).
“Dari ketiga sampel tersebut kami mengukur tinggi tanaman, jumlah daun rata-rata, dan jumlah buah cabai. Hasilnya sampel tanaman cabai yang diberikan O-boost lebih unggul dari segi tinggi, jumlah daun, dan jumlah buah daripada dua sampel lainnya,” ujarnya.
Dibandingkan dengan pupuk kimia sintetik, produk O-boost tidak hanya mengurangi limbah kulit bawang merah tetapi juga baik bagi kesehatan dan lingkungan.
Hal ini dikarenakan bagi kesehatan, tanaman yang terlalu banyak diberikan pupuk kimia lalu dikonsumsi oleh manusia akan menimbulkan biomagnifikasi yaitu penimbunan zat-zat berlebihan pada tubuh yang mampu menghasilkan racun.
Sementara bagi lingkungan, pupuk kimia sintetik dapat menyebabkan eutrofikasi. Dilansir dari Conserve Energy Future, eutrofikasi adalah masalah lingkungan pada ekosistem air yang salah satu penyebabnya adalah limbah pupuk Nitrat dan Fosfat. Nutrisi dari pupuk ini dapat mempercepat proses fotosintesis tanaman padat di permukaan air seperti alga atau eceng gondok.
Dibimbing oleh Dr. Suharti Sastroredjo, dosen kimia Universitas Pertamina, produk O-boost nantinya akan diteliti lebih lanjut untuk skala yang lebih besar.
“Kedepannya kami juga ingin memfokuskan pada kandungan POC untuk melawan hama, karena saat ini fokusnya baru untuk menyuburkan saja. Kami juga ingin melakukan kerja sama dengan LHK atau lembaga pertanian lainnya serta dapat memasarkan O-boost di berbagai marketplace online,” pungkas Siska.