Jakarta, 31 Oktober (SAHITYA.ID) 2022 – Potensi bahan bakar alternatif dari pelet kayu kian memungkinkan. Pelet kayu merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif terbarukan yang lebih ramah lingkungan.
Pelet kayu termasuk ke dalam energi terbarukan dalam pemanfaatan biomassa. Bentuknya hampir mirip dengan briket kayu, namun ukuran dan bahan perekatnya berbeda.
[inline_related_posts title=”Kamu juga mungkin tertarik membaca ini:” title_align=”left” style=”list” number=”3″ align=”none” ids=”” by=”categories” orderby=”rand” order=”DESC” hide_thumb=”no” thumb_right=”no” views=”no” date=”yes” grid_columns=”2″ post_type=”” tax=””]
Pelet kayu atau wood pellet memiliki banyak sekali manfaat antara lain memenuhi berbagai macam kebutuhan, baik kebutuhan rumah tangga maupun kebutuhan industri dan perusahaan.
- Advertisement -
Berdasarkan penelitian Forestry Study Club UGM, pelet kayu terbentuk dari hasil pengolahan dari kayu bulat atau limbah kayu menjadi serbuk yang dipadatkan sehingga terbentuk silindris dengan diameter 6-10 mm dan panjang 1-3 cm dengan kepadatan rata-rata 650 kg/m2 atau 1,5 m3/ton.
Pelet kayu banyak digunakan di Eropa dan Amerika sebagai sumber energi untuk pemanas ruangan pada musim dingin dan energi penghasil listrik atau carbon for electricity serta sebagai sumber energi di rumah tangga untuk keperluan memasak. Dengan hasil rasio panas yang relatif tinggi antara output dan input-nya (19:1 hingga 20:1) dan energi sekitar 4,7kWh/kg.
Penggunaan pelet kayu sebagai bahan bakar tidak menghasilkan asap maupun CO2 sehingga dianggap sangat ramah lingkungan, harganya pun terjangkau. Jika dibandingkan dengan gas LPG yang memiliki harga yang mahal serta menghasilkan CO2 yang tidak ramah lingkungan, pelet kayu jauh lebih unggul.
Untuk kebutuhan rumah tangga, wood pellet sering kali dimanfaatkan sebagai bahan bakar penghangat ruangan. Penghangat ruangan sangat diperlukan bagi negara-negara yang mengalami musim dingin seperti Korea, Jepang, Tiongkok, dan berbagai negara di Benua Eropa.
Walaupun sebenarnya negara-negara tadi juga memproduksi pelet kayu, namun sumber bahan pembuatan wood pellet di negara-negara tadi jauh lebih lambat ketimbang pertumbuhan bahan pembuatan pelet kayu di negara tropis seperti Indonesia.
Bahkan, selisih pertumbuhan tanaman yang digunakan sebagai bahan pembuatannya dapat mencapai satu tahun. Di Korea sendiri, stok kayu pelet yang diperlukan mencapai 100 ribu ton setiap tahunnya.
Wood pellet dengan jumlah sebanyak itu telah mencakup kebutuhan rumah tangga dan juga berbagai perusahan industri di sana. Bahkan, pemerintah Korea telah menetapkan untuk beralih dari menggunakan batu bara menjadi wood pellet.