Jakarta, 3 November 2022 (SAHITYA.ID) – Harus diakui, kini film tak lagi sekadar hiburan di waktu senggang. Film telah bersalin rupa menjadi salah satu kebutuhan utama manusia, setidaknya melalui tiga bentuk.
Pertama, sebagai industri padat modal, salah satu bisnis dengan perputaran uang terbesar di dunia serta lahan kerja incaran para talenta berbakat di seluruh dunia.
Kedua, film memengaruhi, mengembangkan, membentuk peradaban dan agenda publik dalam jangka panjang dalam nuansa hiburan. Ketiga, sebagai sarana konservasi peradaban, di mana hampir semua bidang kehidupan sekarang didokumentasikan dalam bentuk film.
Tiga fakta itu membawa kita pada kata kunci penting ini, ‘The power of film/cinematography’.
- Advertisement -
Fakta-fakta itu juga yang memengaruhi dan mendasari pilihan sineas muda berbakat asal Indonesia, Patrick Joshua, untuk memutuskan terjun di bidang perfilman.
Keseriusan pemuda yang baru merayakan usia ke-25-nya itu tak tanggung-tanggung. Usai menamatkan pendidikan SMA di sekolah Penabur Internasional Kelapa Gading, Jakarta Utara pada 2016, langsung terbang ke Amerika Serikat untuk mewujudkan impiannya.
Bakatnya sejak kecil adalah bagian tak terpisahkan dari kariernya saat ini. Sejak berusia 9 tahun, dia sudah jago bermain cello dan electric bass.
Bahkan, pada 2012 dia pernah bermain di Gita Bahana Nusantara di Istana Kepresidenan di Jakarta. Juga ikut bermain cello saat Miss Universe 2012 asal Amerika Serikat, Olivia Francis Culpo, yang juga pemain cello, menyambangi Indonesia pada 2013. Saat memasuki SMP, Patrick menekuni hobi fotografi dan juga bisnis.
Minatnya pada perfilman tak lepas dari hobinya menonton film-film Holywood, kegiatan fotografi dan bermusik. Bagi dia, film adalah platform yang bisa menghubungkan talentanya di bidang storytelling, kreatif seperti musik dan fotografi, serta juga bisnis.
Patrick mengungkapkan, film The Dark Knight (2008) besutan Christopher Nolan adalah film pertama yang meyakinkannya untuk belajar film. Cara pembuat film itu mengubah film superhero itu menjadi film yang digerakkan oleh karakter sangat mengesankannya.
Nolan, kata dia, mempunyai keahlian non-linear storytelling di mana film bisa di mulai di akhir dan ending-nya bisa ada di depan atau dan sebagainya.
Selain itu, pengalamannya sautu kali bermain cello pada musik video seorang penyanyi juga berperan. Itu memberinya kesempatan melihat langsung seluruh proses pembuatan film dari tata lampu, kamera, dan juga koordinasi dengan tim produksi dan departmen lain.