Jakarta, 31 Oktober 2022 (SAHITYA.ID) – Edisi terbaru Global Economic Conditions Survey (GECS) dari ACCA (the Association of Chartered Certified Accountants) dan IMA® (Institute of Management Accountants) menemukan tingkat kepercayaan terhadap prospek ekonomi di wilayah Asia Pasifik, termasuk Indonesia, mulai pulih.
Sementara itu tingkat kepercayaan global tetap jauh di bawah angka rata-rata selama dekade terakhir karena kekhawatiran inflasi dan kemerosotan bisnis. Secara global, survei menemukan bahwa hampir 75 persen bisnis bergulat dengan peningkatan biaya, dengan mayoritas responden mengalami peningkatan tekanan biaya selama dekade terakhir.
[inline_related_posts title=”Kamu juga mungkin tertarik membaca ini:” title_align=”left” style=”list” number=”3″ align=”none” ids=”” by=”categories” orderby=”rand” order=”DESC” hide_thumb=”no” thumb_right=”no” views=”no” date=”yes” grid_columns=”2″ post_type=”” tax=””]
Sedangkan lebih dari sepertiga responden khawatir tentang penurunan pendapatan, dan proporsi yang sama juga menyatakan bahwa mereka menyoroti fluktuasi valuta asing yang tidak menentu dan ancaman resesi.
- Advertisement -
Ada dua hal yang menyebabkan kondisi negatif di dunia komersil ini. Pertama, adanya peningkatan jumlah responden yang melaporkan adanya masalah dalam mendapatkan pembayaran secara tepat waktu, telah meningkat ke level tertinggi dalam kurun empat tahun terakhir.
Ini bisa menjadi pertanda dari meningkatnya jumlah organisasi yang mungkin mengalami kesulitan arus kas. Selain itu, survei ini juga menemukan bahwa telah terjadi peningkatan dalam jumlah responden yang melaporkan masalah mengakses keuangan.
Hal ini mungkin disebabkan oleh pengetatan kebijakan moneter yang sangat agresif dalam 40 tahun terakhir, sehingga memukul likuiditas perusahaan.
Data lebih lanjut mencatat tingkat kepercayaan pada prospek ekonomi tetap jauh di bawah angka rata-rata selama dekade terakhir. Sementara tiga indikator lainnya yang lebih terkait erat dengan kegiatan ekonomi.
Semuanya menunjukkan penurunan yang berkelanjutan. Secara keseluruhan, tren tersebut konsisten dengan pertumbuhan global yang lebih lambat di sisa tahun ini, ditambah dengan tekanan inflasi yang terus meningkat.
Senior Director Southeast Asia di IMA, Dr. Josh Heniro mengatakan kekhawatiran tentang kenaikan suku bunga sebagai respons terhadap inflasi, ditambah dengan hasil dari pengetatan kebijakan, adalah berbagai faktor risiko yang berpotensi memperlambat ekonomi global lebih dari yang diperkirakan pada tahun 2023.
Ia menyebut hal positif di pasar Asia Pasifik adalah bahwa kebijakan moneter tetap akomodatif. Di sisi lain lonjakan inflasi berada dalam parameter yang dapat diterima dibandingkan dengan wilayah lain.