Jakarta, 14 November 2022 (SAHITYA.ID) – Upaya mencari teknologi yang tepat untuk mengurangi emisi dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) terus digaungkan sejumlah pihak. Teknologi yang hadir pun terus berkembang, dan makin mumpuni untuk mengurangi emisi dari PLTU secara signifikan.
Teknologi Selective Catalytic Reduction (SCR), sejauh ini menjadi teknologi yang paling bisa diandalkan untuk mengurangi emisi dan polusi udara dari PLTU.
[inline_related_posts title=”Baca juga:” title_align=”left” style=”list” number=”3″ align=”none” ids=”” by=”categories” orderby=”rand” order=”DESC” hide_thumb=”no” thumb_right=”no” views=”no” date=”yes” grid_columns=”2″ post_type=”” tax=””]
Menurut Manajer Kampanye Energi dan Perkotaan Eksekutif Nasional Walhi, Dwi Sawung, dari beberapa teknologi untuk mengurangi polusi udara, SCR bisa dikatakan menjadi yang terdepan.
- Advertisement -
“SCR salah satu yang terkini, sebenarnya banyak. Nah, dia itu (SCR) fungsinya untuk mengurangi nitrogen oksida (NOx),” ujar Dwi melalui keterangan tertulisnya, Minggu (13/11/2022).
Dengan SCR, NOx akan tereduksi. Misalnya dari angka 100 ke atas, bisa turun hingga 50 ke bawah. Dari angka-angka tersebut, dinilau SCR mampu menurunkan angka NOx yang terbilang besar.
Dwi menegaskan, penerapan SCR pada PLTU saat ini memang sangat diperlukan. Alasannya, karena polusi udara di bumi sudah tinggi. Di negara maju, seperti Jerman, Amerika Serikat, China, dan Jepang teknologi SCR sudah sekian lama diterapkan.
Sementara Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawa menuturkan, penerapan teknologi SCR ataupun Carbon Caputure (CCUS), bagi banyak kalangan memang bukan dianggap sebagai green energy. Teknologi ini, lanjutnya, merupakan pengembangan dari teknologi dalam rangka mengurangi gas karbon.
“Tapi mengingat untuk pensiun dini pembangkit itu butuh biaya besar, maka pemanfaatan teknologi yang bisa mengurangi karbon, saya kira bagus. Apalagi 2060 kita menuju NZE yang mana energi fosil sebagai energi primer ini bisa dikurangi atau bahkan di hilangkan dan diganti dengan EBT,” tuturnya.
Hanya saja, kekurangan dari teknologi ini menurutnya adalah investasinya yang besar. Namun, jika dibandingkan dengan early retirement atau pensiun dini terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), teknologi ini masih jauh lebih lebiih murah. Mamit menyebutkan, teknologi SCR bisa diandalkan menuju green energy yang dicanangkan pemerintah.