Jakarta, 30 Oktober 2022 – Sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia sesungguhnya memiliki potensi sumber energi terbarui dalam jumlah besar. Momentum krisis BBM saat ini merupakan waktu yang tepat untuk menata dan menerapkan dengan serius berbagai potensi tersebut.
Meski saat ini sangat sulit untuk melakukan substitusi total terhadap bahan bakar fosil, namun implementasi sumber energi terbarui sangat penting untuk segera dimulai. Salah satunya adalah biodiesel.
[inline_related_posts title=”Kamu juga mungkin tertarik membaca ini:” title_align=”left” style=”list” number=”3″ align=”none” ids=”” by=”tags” orderby=”rand” order=”DESC” hide_thumb=”no” thumb_right=”no” views=”no” date=”yes” grid_columns=”2″ post_type=”” tax=””]
Biodiesel merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar diesel yang berasal dari minyak bumi.
- Advertisement -
Energi terbarukan ini dapat dibuat dari minyak tumbuh-tumbuhan, seperti sawit, kelapa, jarak pagar, atau kapuk. Selain itu, biodiesel juga dapat dibuat dari lemak binatang atau lemak lainnya.
Sebagian besar biodiesel yang ada saat ini termasuk di Indonesia terbuat dari minyak kedelai. Sebagian produsen biodiesel membuat biodiesel dari minyak bekas atau lemak, termasuk lemak-lemak yang berasal dari restoran.
Biodiesel lebih sering dicampur dengan minyak diesel dengan perbandingan 2 persen (B2), 5 persen (B5), atau 20 persen (B20). Tetapi biodiesel juga dapat digunakan tanpa dicampur (B100).
Biodiesel dapat digunakan untuk kendaraan bermesin diesel tanpa harus mengubah mesin tersebut. Penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar kendaraan ini bukan hal baru.
Adalah Rudolf Diesel, penemu mesin diesel yang dalam eksperimennya menggunakan minyak tumbuhan atau biodiesel sebagai bahan bakarnya. Eksperimennya itu bahkan dilakukan sebelum bahan bakar diesel dari minyak bumi populer.
Penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar lebih menguntungkan dibandingkan solar karena kandungan sulfurnya relatif rendah. Seperti diketahui, tingginya kandungan sulfur merupakan salah satu kendala dalam penggunaan mesin diesel.
Biodiesel juga hanya menghasilkan sedikit polutan udara, seperti karbon monoksida, hidrokarbon, dan partikel lainnya. Selain itu, asap buangan dari biodiesel tidak terlalu hitam dan baunya lebih baik dibandingkan solar.
Saat ini biodiesel sudah banyak digunakan di beberapa negara, seperti Brasil dan Amerika, sebagai pengganti solar. Sementara, di Indonesia pun sudah mulai melirik biodiesel sebagai sumber energi alternatif.
Beberapa lembaga riset di Indonesia telah mampu menghasilkan dan menggunakan biodiesel sebagai pengganti solar, misalnya BPPT serta Pusat Penelitian pendayagunaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan ITB.
Berdasarkan pola pengembangan energi nasional, pemerintah Indonesia sudah merencanakan penggunaan bioethanol dan biodiesel sekitar 2 persen dari jumlah bahan bakar nasional pada 2010. Jumlah itu meningkat menjadi 5 persen pada 2025.
Lalu, pertanyaannya bagaimana mempopulerkan bahan bakar biofuel itu? Beberapa negara lain, untuk mendukung pemakaian biodiesel dan bioethanol, pemerintahnya mengeluarkan kebijakan pemberian insentif.
Di Austria dan Australia, pemerintahnya mengeluarkan kebijakan kemudahan untuk membangun pabrik biofuel, sehingga pengusaha pun tertarik untuk membangun industri bahan bakar alternatif.
Bahkan di Swedia, harga bioethanol BE-85 (85 persen ethanol dan 15 persen bensin) dipatok lebih murah 25 persen ketimbang bahan bakar konvensional.
Indonesia sendiri bisa belajar dari Brasil yang secara serius mengembangkan teknologi bahan bakar biofuel. Bahkan pabrik mobil pun sangat antusias untuk mengembangkan teknologi pendukungnya.
Contohnya, Toyota mulai mengalihkan perhatiannya pada pasar mobil berbahan bakar bensin gasohol untuk Brasil.
Dalam pengembangan biofuel, Indonesia memang tertinggal dari negara-negara lain, seperti Brasil, AS, atau Thailand. Padahal, sebagai negara dengan keanekaragaman hayati kedua terbesar di dunia sejatinya peluang pengembangan biofuel terbuka lebar.
Berbeda dengan apa yang terjadi di Brasil. Dengan kapasitas produksi bioethanol mencapai 14,7 miliar liter pada 2005, kini negeri Samba itu merupakan produsen bioethanol terbesar di dunia. Angka produksi sebesar itu diperoleh dari penanaman tebu di lahan seluas 5,5 juta hektar dan akan meningkat sekitar dua kali lipat pada 2015.
Sementara di AS, hampir 90 persen bioethanol yang dihasilkan dari jagung dan gandum itu telah digunakan sebagai bahan bakar. Sejak tiga tahun lalu, AS memproduksi mobil Flexi Fuel Vehicle menggunakan bahan bakar gasohol atau ethanol saja.
Tak kalah gencar, di Thailand kini ada 800 stasiun pengisian BBM yang menyediakan pencampuran biodiesel dan bioethanol. Pemerintah Thailand menargetkan sampai akhir 2006 mampu mencapai kapasitas produksi 1 miliar liter per tahun.