Jakarta, 25 Oktober 2022 – Pemeritah terus menggenjot penelitian dan pengembangan teknologi pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT). Hal itu sebagai bagian dari upaya mencapat target nol emisi karbo (NZE) pada 2060, mendatang.
“Dengan teknologi pembangkit energi baru terbarukan yang efisien, maka kita dapat lebih kompetitif serta affordarble”, ujar Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Dirjen EBTKE, Andriah Feby Misna, melalui keterangan tertulis.
Feby mengatakan teknologi dan good engineering practise di bidang EBT mampu mendorong keamanan dan keandalan sistem energi listrik dengan harga yang akan semakin kompetitif. Alhasil, pemanfaatan EBT harus dilaksanakan secara masif mengingat Indonesia memiliki potensi melimpah terkait EBT.
Menurutnya, selain masalah teknologi, dibutuhkan pula akses pendanaan agar pengembangan pembangkit listrik berbasis EBT bisa dikembangkan secara masif. Pasalnya, kata dia, nilai investasi di bidang ini terbilang cukup besar.
- Advertisement -
“Kita upayakan untuk mendapatkan akses pendanaan yang murah. Pada Presidensi G20 2022 ini, kita mengangkat isu pendanaan untuk mendorong akses pendanaan terhadap energi bersih sehingga transisi energi bisa dilakukan dengan cepat,” katanya.
Feby pun menjelaskan terkait fase pengembangan dan kesiapan infrastruktur Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Menurutnya, pemerintah telah memasukkan opsi nuklir terkait strategi energi nasional yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014. Menurutnya, melalui peraturan tersebut menempatkan Indoensia melewati fase selanjutnya.
Terkini, kata dia, pemerintah tengah menyiapkan komitmen terhadap program pengembangan nuklir. Kementerian ESDM telah membentuk tim persiapan pembentukan Nuclear Enerrgy Program Implementation Organization (NEPIO).
“Terkait kesiapan infrastruktur PLTN, mengacu pada The Integrated Nuclear Infrastructure Review (INIR) Mission to Review The Status of Indonesia’s National Nuclear Infrastructur oleh IAEA (2009), dari 19 butir infrastruktur energi nuklir pada fase satu, 16 butir siap menuju fase dua dan tiga butir belum siap menuju fase dua. Tiga butir dimaksud meliputi posisi nasional, manajemen (pembentukan NEPIO) dan keterlibatan pemangku kepentingan,” ujarnya.
Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), bersama stakeholder lainnya melaksanakan pemutakhiran mandiri (swa evaluasi) guna menyambut kesiapan 19 aspek terkait pengembangan nuklir, pada 2021.
“Aspek posisi nasional, meskipun status 2021 menunjukkan peningkatan yang lebih baik, tetapi belum signifikan (karena belum diputuskan go nuclear dan belum terbentuknya NEPIO)”, katanya.